RSS

Asal Mula Buah Mata Kucing



            Dahulu, sebelum daerah itu terkenal dengan nama Indragiri, terdapat sebuah negeri yang terbentang dari Peranap hingga Kelayang, negeri tersebut dipimpin oleh raja yang adil.
            Seluruh penduduk negeri hidup makmur. Akantetapi, kemakmuran tersebut terusik oleh kesedihan raja yang mengetahui kalau istrinya tidak bisa mempunyai anak. Kesedihan raja tersebut terdengar hingga ke pelosok negeri.
            “Maafkan aku, Suamiku,” permaisuri tertunduk sedih. Sayup-sayup kicauan burung yang tengah bertengger di ranting pohon luar jendela kamar bersahut-sahut.
            Tangan raja menyentuh dagu permaisuri, dengan lembut diangkatnya wajah permaisuri. Raja tersenyum. Sejujurnya raja tersebut masih teramat sedih, akan tetapi ia juga tak ingin melihat permaisurinya merasa bersalah atas kesedihannya.
            “Aku akan lebih sedih jika kau terus bersedih seperti ini juga. Kita akan cari solusinya,” hibur sang raja. Permaisuri tersenyum.
            Kesedihan mendalam tersebut kemudian sirna begitu salah seorang pengawal memberi tahu kepada raja, bahwa raja dapat memohon permintaan ke negeri Khayangan untuk diberi keturunan.
            Tak mengambil waktu lama, raja meminta izin kepada permaisurinya untuk pergi ke negeri Khayangan.
            “Istriku, berdo’alah kepada Tuhan, semoga raja di negeri Khayangan mau memberikan kita anak dan mohon restumu untuk kepergianku, Jagalah dirimu baik-baik,” pesan raja kepada istrinya yang cantik jelita.
            Permaisuri kemudian duduk di singgasana untuk sementara waktu menggantikan sang raja. Ia juga tak henti-hentinya berdo’a agar raja Khayangan mau memberi mereka anak.
            Perjalanan raja menuju ke negeri Khayangan akhirnya berhasil. Ia dapat bertemu dengan raja Khayangan yang begitu tampan.
            “Ampun paduka, saya ...” belum sempat raja menyampaikan maksud kedatangannya, paduka raja negeri Khayangan tersenyum karena sudah lebih dahulu mengetahui maksud kedatangan sang raja.
            “Aku mengerti,” ucap raja Khayangan sembari tersenyum lembut.
            Baginda raja Khayangan menyuruh pengawalnya untuk mengambil seorang bayi perempuan dari negeri Khayangan. Bayi perempuan itu kemudian dihadiahi kepada raja.
            Mata raja berbinar ketika melihat seorang bayi mungil yang masih merah. Senyumnya mengembang. Ia mengambil bayi tersebut dan membawanya pulang atas izin raja negeri Khayangan.
            “Terimakasih banyak, Baginda. Aku berjanji akan menjaga bayi ini sebaik mungkin dan merawatnya dengan penuh kasih sayang,” ucap raja haru. Baginda raja Khayangan mengangguk sembari tersenyum.
            Berita kembalinya raja setelah mendapatkan bayi perempuan cantik terdengar hingga seluruh negeri. Semua rakyat bergembira sebab raja mereka tak lagi bersedih.
            “Bayi yang cantik. Terimakasih, Tuhan,” ucap permaisuri yang menggendong bayinya penuh rasa syukur dan berulang kali menciumi kening serta kedua pipi bayinya.
            Detik yang tak pernah berhenti berdetak  tersebut membuat waktu terasa begitu singkat. Tahun-tahun berlalu dengan penuh kebahagian.
            Putri raja tersebut kian beranjak dewasa. Ia tumbuh menjadi putri cantik jelita, bermata hitam pekat, beralis tebal, bulu matanya yang panjang melentik, hidung mancung, bibir merah yang tipis serta kulitnya yang seputih salju. Selain itu sang putri juga berakhlak mulia. Kecantikan dan kebaikan akhlak sang putri terdengar hingga ke negeri sebrang.
            “Siapkan kereta, aku akan datang ke negeri sebrang untuk melamar putri cantik dari Khayangan tersebut,” titah pangeran dari negeri sebrang kepada prajuritnya. Pangeran tersebut merupakan pangeran tampan yang juga baik hati.
            Datanglah pangeran tersebut melamar sang putri dengan menghadap raja.
            “Apa gerangan yang membuatmu datang kemari, Pangeran?” Tanya baginda.
            Pangeran membungkuk memberi hormat kepada raja. Matanya melirik sekilas sang putri raja yang tengah duduk menundukkan pandangan di pinggir tangan kursi singgasana raja.
            Putri tampak malu dan juga sesekali melirik ragu ke arah pangeran.
            “Ampun, Paduka raja, niat hamba datang kemari ingin melamar putri raja. Mohon maaf atas kelancangan hamba.”
            Raja tersenyum. Ia melihat ke arah putrinya, kemudian berkata, “maaf, Pangeran, aku menolak lamaranmu, putriku layak mendapatkan yang lebih baik darimu,” jawab raja dengan nada sedikit sombong.
            Putri raja kaget mendengar jawaban ayahnya. Ia menganggkat wajahnya dan bersungut kemudian meninggalkan ruang kerajaan.
            Langkahnya terhenti ketika tanpa sengaja menabrak permaisuri yang tak lain adalah ibundanya.
            “Ada apa putri cantikku?” Sapa ibunda yang heran melihat wajah putri cantikya bersedih.
            “Ayah menolak lamaran pangeran, Bu. Padahal pangeran tersebut tampan dan terkenal baik hati. Aku juga sudah melihatnya, dia laki-laki yang sopan, Bu. Tapi ayah menolaknya,” keluh sang putri. Permaisuri tersenyum dan memeluk putrinya.
            “Ayahmu pasti ingin yang terbaik untukmu, Nak. lagi pula kau masih sangat muda untuk menikah,” nasehat ibunda.
            Hari-hari berlalu dengan kicauan burung yang terdengar kian nyaring sebab semakin banyak saja burung yang bertengger di ranting-ranting pohon sekitar kerajaan. Dan semakin banyak pula laki-laki yang datang untuk melamar sang putrid, dari mulai pangeran kerajaan, pengawal, prajurit, putra-putra bangsawan, hingga rakyat negeri berbagai profesi datang untuk melayangkan pinangannya.
            Sadar kalau putrinya begitu cantik dan memesona serta menjadi incaran banyak laki-laki, sang raja menjadi sedikit pemilih dan menginginkan menantu yang istimewa. Beliau ingin memiliki menantu yang tak hanya tampan, akan tetapi juga memiliki kesaktian mandraguna.
            “Sayang, kau itu begitu cantik, jadi tak boleh sembarang orang memilikimu. Orang itu tak hanya tampan, tapi juga harus sakti mandraguna.”
            Sang putri menatap bingung raja, “Apa maksud, Ayah? Kesaktian mandraguna apa yang ayah inginkan? Bukankah kita tidak boleh mempersulit laki-laki yang hendak menikahi kita, ayah?” Tanya putri.
            “Ayah akan mengadakan sayembara,” ayah menatap lurus dengan senyuman penuh isyarat tanpa menjawab pertanyaan putrinya.
            Putri mengikuti langkah raja yang berjalan di depan singgasana.
            “Sa ...sayembara apa, Ayah? Mengapa harus diadakan sayembara?”
            Raja berbalik melihat putrinya. Ia tersenyum kembali, “Sayembara untuk bisa menikahi putri ayah tersayang ini,” jawab raja masih bermain rahasia dengan sedikit menggoda putrinya.
            Sang raja kemudian memanggil salah seorang prajuritnya.
            “Ampun, Baginda. Ada apakah gerangan hingga hamba dipanggil menghadap baginda?” Tanya prajuri tersebut duduk menyembah di hadapan sang raja yang tengah duduk di atas singgasana.
            “Tolong sampaikan ke seluruh negeri, bahwa aku mencari seorang menantu yang tampan dan memiliki kesaktian.”
            Prajurit menatap bingung, “Kesaktian semacam apa, Baginda? Apa maksud, Baginda?”
            Raja turun dari singgasananya. Ia menyuruh prajurit berdiri kemudian raja berjalan mendekati prajurit dan berbisik.
            Esok paginya, seluruh prajurit menyebar untuk menyampaikan woro-woro dari raja. Beberapa prajurit pergi ke pasar, alun-alun dan tempat-tempat keramaian lainnya.
            “Woro-woro,” prajurit dengan gagahnya berdiri di tengah pasar memegang kertas perintah raja di tangannya.
            Keramaian dan suasana rusuh pasar seketika hening mendengarkan prajurit. Orang-orang sejenak berhenti beraktifitas, dengan antusias mengaktifkan mata dan telinga mereka dengan sebaik-baiknya untuk dapat mendengarkan pemberitahuan yang dibawa oleh prajurit kerajaan.
            “Ada apa ....Ada apa?” Bisik salah seorang ibu kepada ibu lain di sebelahnya.
            “Entahlah, semoga tidak ada kabar buruk, hasil panen dan lainnya baik-baik saja, bukan?” Jawab ibu tersebut balik berbisik.
            “Woro-woro!  Raja mengadakan sayembara! Barang siapa yang berhasil memindahkan aliran air sungai yang biasanya dari hulu ke hilir menjadi dari hilir ke hulu, maka akan diangkat menjadi menantu sang raja. Menikahi putri cantik jelita,” prajurit menutup kertas pengumumannya.
            Apa itu? Mana mungkin? Tidak masuk akal.
            Terdengar bisik-bisik rakyat dan gelengan kepala dari tiap rakyat.
            Sang putri dari kemarin tidak mau keluar kamar. Ia hanya berdiri di  balkon kerajaan memandang langit.
            “Dia sudah mau makan?” Tanya raja pada permaisuri. Permaisuri menggeleng.
            “Bagaimana bisa kau membuat sayembara yang begitu tidak masuk akal, Suamiku?” Tanya permaisuri.
            “Itu masuk akal, Istriku. Bila laki-laki itu sakti, pasti ia bisa. Aku hanya ingin putriku jatuh di tangan laki-laki yang bisa melakukan apa saja.”
            “Tapi tak begini caranya, Suamiku,” nasehat permaisuri.
            “Kau lihat saja nanti, pasti akan ada yang bisa mengubah aliran sungai itu dari hilir ke hulu,” sang raja tetap saja pada pendapatnya.
            Meskipun isi sayembara itu terdengar tidak masuk akal, tetap saja ada laki-laki yang datang mengikuti sayembara tersebut dan berusaha menakhlukkan isi sayembara. Akantetapi tidak ada yang berhasil.
            Sementara itu, putrid raja masih terus saja menangis melihat sikap ayahnya.
            Kabar sayembara itu terdengar ketelinga pangeran negeri sebrang yang dulu pernah datang melamar sang putri.
            “Sayembara gila macam apa itu? Mana ada yang dapat membuat aliran air sungai berbalik arah dari hilir ke hulu. Dan lagi pula apa manfaatnya?” Ujar pangeran begitu mendengar informasi sayembara dari pengawalnya.
            “Hamba juga tak habis pikir dengan itu, Pangeran. Tapi itulah adanya,” pangeran berpikir mencari jalan keluar agar ia dapat menakhlukkan sayembara tersebut.
            “Segera carikan aku ahli sihir yang dapat membuatku bisa menakhlukkan sayembara tersebut!” Perintah pangeran pada pengawalnya.
            “Baik, Pangeran,” pengawalnya kemudian beranjak dan segera melaksanakan titah pangeran.
            “Sudahlah, Nak. Jangan habiskan banyak waktumu untuk memenuhi sayembara gila itu,” nasehat ibunda pangeran.
            “Tidak, Bu. aku akan mencoba. aku sudah datang sendiri dulu melihat sang putri. Putri itu memang cantik jelita, Bu. Aku benar-benar menyukainya,” jelas pangeran kepada ibundanya.
            “Baiklah. Terserah kau saja, Nak. Tapi jika kau tak berhasil mendapatkannya, maka janganlah kecewa. Itu berarti putrid raja sebrang itu bukan jodohmu, dan akan ada yang lebih baik darinya, Nak,” nasehat ibunda lagi. Pangeran mengangguk. Setidaknya ia sudah berusaha, pikirnya.
            Silih berganti orang yang datang hendak mencoba sayembara tersebut, akantetapi tidak ada yang berhasil. Putri semakin gelisah dan sedih, mengingat usianya kian bertambah akan tetapi jodoh begitu sulit didapat sebab keinginan ayahnya.
            Di negeri sebrang pangeran juga telah putus asa karena tak berhasil menemukan penyihir yang dapat membantunya menakhlukkan sayembara tersebut. Pangeran pun akhirnya memberanikan diri saja datang ke istana sebrang untuk mencoba menakhlukkan sayembara dengan kemampuannya yang tidak ada apanya.
            “Kau lagi?” Tanya raja begitu melihat peserta sayembara selanjutnya adalah pangeran yang dulu pertama kali menyatakan hendak melamar putrinya.
            “Ampun paduka raja, dengan maksud yang sama saya datang kembali.”
            “Baiklah, segera tunjukkan kemampuan sakti mandragunamu,” perintah raja dengan menunjuk kearah sungai yang terletak di kanan tempat mereka berdiri.
            Pangeran tersebut melihat ke arah sungai. Ragu-ragu ia menjulurkan kedua tangannya ke depan. Dipejamkannya mata kemudian membaca mantra yang asal karena ia tak punya kemampuan untuk itu.
            Selang beberapa menit, ia kembali membuka matanya. Raja tertawa. Beberapa pengawal, prajurit dan rakyat yang menyaksikan bersorak-sorak menertawai. Bising.
            Pangeran tersebut menghela nafas kecewa. Ia menelan ludah dan terpaksa harus kembali pulang karena tak berhasil mengubah aliran sungai dari hilir ke hulu.
            Usia sang putri semakin matang dan bahkan melewati usia normal untuk menikah. Ia merasa menjadi perawan tua sebab tak ada laki-laki yang mampu menakhlukkan sayembara tersebut. Putri terus saja menangis.
            “Suamiku, apa tak sebaiknya sayembara itu kita hapuskan saja? Lihat putri kita usianya sudah semakin masak saja,” nasehat permaisuri.
            “Bicara apa kau ini, istriku? Aku melakukan ini untuk putri kita. Dia itu cantik jelita, putri idaman seluruh laki-laki, jadi tak boleh sembarang orang mendapatkannya.”
            Raja terus saja pada pendiriannya. Permaisuri semakin gelisah.
            Laki-laki yang dahulunya datang melamar sang putri satu persatu telah meminang wanita lain. Ada yang telah menjadi suami dan ada juga yang telah menjadi ayah.
            Usia putri yang semakin tua menjadi pembicaraan di negeri tersebut.
            “Lihat, putri kerajaan itu sekarang menjadi perawan tua sebab ayahnya memberi syarat yang begitu mustahil.”
            “Iya, aku rasa dia tak akan menikah.”
            “Benar, sayang sekali ya.”
            “Iya, padahal cantik jelita.”
            “Iya, sekarang saja masih cantik.”
            “Beberapa tahun lagi kurasa tidak akan ada lagi yang datang melamar.”
            “Benar, mana ada yang mau dengan perawan tua yang untuk menikahinya saja butuh syarat mustahil itu.”
            “Raja sudah berubah ya sejak punya putri cantik.”
            Mulut-mulut penduduk terdengar hingga ke telinga putri kerajaan. Putri kerajaan semakin sedih. Akan tetapi hati putri kerajaan yang begitu baik membuatnya tidak membenci siapapun, termasuk rakyat yang telah berbicara seperti itu.
            Putri keluar dari kamarnya menghampiri singgasana menghadap ayahnya. Dengan mata sembab putri berkata kepada ayahnya, “Ampuni aku, Ayah. Bolehkah aku meminta seluruh penduduk negeri untuk berkumpul?”
            “Untuk apa, Nak?” Tanya raja bingung.
            “Ada yang hendak aku katakan, Ayah. Aku mohon.”
            Raja mengangguk. Beliau kemudian memerintahkan kepada pengawal untuk mengumpulkan penduduk.
            Seluruh prajurit kembali menyebar ke seluruh pelosok negeri.
            “Woro-woro!” Teriak salah seorang prajurit di tengah alun-alun negeri yang sore itu ramai oleh rakyat yang tengah menikmati sore.
            Seluruh mata beralih memperhatikan prajurit.
            “Wah, ada pengumuman lagi! Jangan-jangan sang raja menghapus sayembaranya! Wah, beruntung sekali pangeran yang nanti dapat meminang putri cantik jelita itu!” Ujar salah seorang rakyat.
            “Iya, meskipun sudah dapat dikatakan perawan tua, putri itu masih saja cantik jelita.” Timpal rakyat yang lain.
            “Woro-woro! Seluruh penduduk negeri diharapkan berkumpul di balai depan istana besok pagi, ada hal penting yang henak disampaikan sang putri cantik jeltita,” terang prajurit dengan nada sedikit berteriak.
            Seluruh rakyat yang mendengar pengumuman itu mengangguk angguk dan sudah tidak sabar untuk besok pagi. Semuanya sudah penasaran dengan perihal yang akan disampaikan sang putri.
            Hari berganti pagi. Mentari sudah gagah di atas sana. Suara sahut-sahut burung dara terdengar lalu lalang. Balai di depan istana sudah ramai oleh penduduk, dari yang muda, tua, anak-anak hingga bayi-bayi dalam gendongan ibunya turut serta.
            Suara riuah-riuh seperti lebah terdengar. Pintu istana kemudian dibuka. Terlihatlah raja, permaisuri dan sang putri berjalan dengan amat terhormat diatas bentangan karpet merah.
            Mata sembab putri terlihat memerah. Ia berusaha tersenyum di hadapan seluruh rakyat.
            “Selamat pagi rakyatku!” Aapa raja di atas mimbar dengan alat pengeras suara. Seluruh rakyat bergumam selamat pagi juga pada sang raja secara tidak serentak hingga terdengar bising.
            “Baiklah, pada pagi ini, putriku ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian,” raja kemudian menoleh ke arah putrinya dan tersenyum, “silahkan putriku.”
            Putri tersenyum dan mengambil tempat di atas mimbar menggantikan posisi raja. Raja turun dari atas mimbar agar dapat berganti posisi dengan putrinya.
            “Selamat pagi rakyatku yang berbahagia,” sapa putri raja dengan senyum haru. Seluruh rakyat menjawab sapaan putri dengan senyum lebar karena bahagia dapat melihat putri yang cantik jelita itu kembali.
            “Saya disini hendak menyampaikan ucapan selamat tinggal, sebab saya memutuskan untuk kembali kekhayangan,” raja dan permaisuri terkejut mendengar perkataan putrinya tersebut. Mereka pun saling pandang. 
            “Akantetapi, sebab saya menyayangi kalian semua, saya akan pergi dengan meninggalkan sesuatu yang akan berarti bagi kalian, Rakyatku. Semoga kalian selalu berbahagia,” putri menangis akan tetapi bibirnya tersenyum kepada seluruh rakyat. Kemudian ia menggeser pandangannya beralih pada raja dan permaisuri, “ayah ...ibu ...aku menyayangi kalian,” ucapnya lirih. Bulir-bulir air mata turun membasahi pipinya.
            “Anakku,” lirih raja menangis.
            Ajaib. Sang putri tersbut kemudian menghilang. Air matanya berubah menjadi buah mungil yang berbentuk bulat.
            Raja langsung mengambil buah mungil yang menyerupai lengkeng kecil tersebut dan menatapnya, semula raja tak ingin memakannya, akan tetapi sadar bahwa buah tersebutlah yang dimaksud sang putri agar rakyatnya bahagia, raja akhirnya memberanikan diri memakan buah tersebut. Daging buah tersebut sangat tipis, bijinya sangat hitam dan kulitnya mengkilat persis seperti mata kucing. Rasa buah tersebut begitu manis. Semanis paras dan hati sang putri.
            “Maafkan ayah, Nak,” sesal sang raja yang menyadari sikap buruknya yang terlampau menginginkan menantu yang istimewa hingga putrinya tak kunjung menikah dan memilih kembali ke Khayangan.
            Permaisuri dan seluruh rakyat serta pengawal dan prajurit menangis haru.
            Buah tersebut kemudian diberi nama buah dara. Dara yang berarti putri. Dan untuk mempermudah penyebutan di lidah penduduk, buah itu disebut buah badara atau badaro. Akantetapi, belakangan para pendatang menyebutnya  buah mata kucing sebab wujudnya yang menyerupai mata kucing.

            Saat ini buah tersebut hanya terdapat di Peranap dan sekitarnya, yakni dari muara batang Peranap hingga perbatasan bagian hilir kecamatan Kelayang dan Rakit Kulim. Buah tersebut sudah dicoba ditanam di tempat lain seperti Pekanbaru dan juga Rengat, akan tetapi hanya tumbuh dan tidak mau berbuah. 

0 komentar:

Posting Komentar