RSS

Aku dan Kau


Perlu menanti empat tahun untuk dapat bertemu tanggal ini. Sebagaimana aku menanti hormon cinta itu enyah dari otakku. Ya, hormon Phenilethylamine itu hanya mampu bertahan tak kurang dari empat tahun. Ini tahun ke empat kita. Maksudku, tahun ke empat usai aku dan kau sempat menjadi kita.
Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan, “Tidak ada rasa cinta yang benar-benar murni  setelah 4 tahun. Bahkan cinta yang sangat dalam sekalipun akan kehabisan efek itu ketika sudah berjalan lebih dari 4 tahun. Hal itu dikarenakan tubuh sudah kebal terhadap semua efek hormon tersebut. Jika sudah begitu, rasa cinta akan cenderung berubah menjadi ketergantungan emosi dan seksual.”
Ku ingatkan sekali lagi, ini tahun ke empat kita. Maaf, maksudku tahun ke empat sejak masa aku dan kau sempat menjadi kita.  
 “Kau ini aneh! Membakar semua kenangan dengannya, tetapi justru mengambil gambar saat semuanya terbakar dan menyimpannya. Hampir tiap failed anniv melihat foto itu. Itukan juga bagian dari kenangan yang semestinya kau musnahkan, Ge! Gimana mau move on kalo begini terus!” 
Menghela napas berat.  Membalikkan gambar itu dan menempelkannya ke atas meja. Benar kata gadis berkerudung panjang ini, bagaimana bisa kenangan itu lenyap sekalipun tlah menjadi abu sedang aku mengabadikan potret ketika api itu melahap kenangan kita satu persatu? Kita? Hah! Itu tiga tahun lalu.
Empat tahun lalu. Kita memutuskan bersama. Berpikir bahwa waktu akan berpihak pada kita. Kau sempat berjanji, “Kau tenang saja, jelaskan saja tentang keyakinanmu, sebab aku pun bukan penganut yang taat.”
Berjalan meniti perbedaan yang dilihat sinis oleh ibumu dan ayahku itu ternyata tak mudah. Hingga akhirnya kita menyadari bahwa yang satu hanya Tuhan, bukan kita.
“Aku sudah melupakannya. Sungguh!” jeda sesaat, “Memang bukan dalam arti lupa sebenarnya. Hanya mengubah rasa saat teringat.”
Zafa mengangkat alisnya. Keningnya mengkerut menatapku lamat-lamat. Tatapan curiga penuh ketidak percayaan.
“Penelitian mengatakan, hormon cinta hanya bertahan kurang dari empat tahun, Za. Ini tahun ke empat!” Aku memasang senyum paling lebar. Dibuat natural agar Zafa percaya.
Zafa tertawa, “sejak kapan kau percaya penelitian itu? Bukankah kau yang mengatakan kalau cinta itu energi? Dan dalam hukum Termodinamika satu, energi tidak dapat dimusnahkan, begitu katamu.” Belum sempat aku menjelaskan, ia menyambung pernyataannya, “Ooo hay! Kau jatuh cinta lagi ya? Orang-orang bilang, hanya ada satu cara untuk move on, yaitu dengan jatuh cinta lagi! Ayo katakan  pada siapa? Pada Randy? Atau Kiki? Deri juga tampaknya tak kalah saing dalam mendekatimu?” Aku tergelak. Bicara apa sahabatku ini.
“Zafa, please.” Aku menatap Zafa. Berbicara lewat mata bahwa ia seharusnya paham, aku tak ingin menjalin hubungan dengan siapapun. Kali ini bukan sekedar karena aku tak percaya lagi pada laki-laki. Bukan sekedar karena aku menganggap laki-laki semuanya sama. Bukan pula karena rasaku masih tertahan padamu. Tetapi lebih kepada ajaran agama yang memang melarang adanya hubungan tidak halal berlebel pacaran. Memang tidak semua pacaran itu zina. Tetapi semua zina bermula dari pacaran, bukan?
Semula aku juga tak bisa terima kalau pacaran itu diharamkan. Dengan beragam alibi. Dengan banyak pembelaan. Tetapi, hampir setahun ini, hidayah itu menghampiri. Menyalinap ke dalam pori. Membuat hati menjadi hina dan malu akan dosa yang selama ini tlah terajut manis dalam ikatan pacaran. Syukur saja aku dan kau sudah tak lagi kita. Syukur pula laki-laki bajingan itu ketahuan belangnya sebelum kuterima pinangannya.
Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam. Sabdanya :
“Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan. Tidak mustahil dia pernah melakukannya. Dua mata, zinanya memandang. Dua telinga, zinanya mendengar. Lidah, zinanya berkata. Tangan zinanya memegang. Kaki, zinanya melangkah. Hati, zinanya ingin dan rindu, sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti dan tidak mengikuti.” (Hadits Shahih Muslim No. 2282)
“Ya ya. Paham. Hafal malah. Belum ada seorang pun yang mampu kau cintai seperti kau mencintai dia. Dan semua laki-laki bajingan di matamu kecuali ayah, kakek, paman dan dia. Akan tetapi kau murni nggak mau pacaran karena Allah, sekalipun dia ngajak balikan. Begitu, bukan?” Aku tertawa. Sangking seringnya kalimat itu diulang, ia sampai hafal.
            “Za …kali ini aku sungguh-sungguh sudah benar-benar tak ada rasa lagi padanya. Dan bukan berarti ada yang baru juga. Sekarang, hati ini tak dihuni oleh lelaki mana pun, aku ingin menyerahkan hati ini sama Allah. Dan siapa yang mau menghuninya, silahkan minta langsung saja pada Allah.” Aku mengambil lembaran foto yang aku tempelkan pada meja kemudian menyobeknya kecil-kecil. Sungguh, rasaku padamu sudah tak ada lagi. Telah mati. Raib bersama hormon Phenilethylamine.
            Ponselku seketika berdering. Ada satu pesan masuk.
Dari : +658172635xxx
29 Februari. Ini tanggal yang kita tunggu, bukan? Aku ingat, bagaimana empat tahun lalu kita menantikan tanggal ini untuk meresmikan status di antara kita. Aku ingat betapa kau menyukai tanggal empat tahun sekali ini. Sayang, tanggal tahun ini dan empat tahun lalu berbeda. Bukan milik kita lagi. Andai kau tahu, aku menyayangimu dengan sangat. Tapi bagaimana mungkin aku bisa meminta hatimu pada-Nya sedang aku bukan hambaNya. Lucu sekali. Sad Failed Anniv, sayang.
            Aku menelan ludah. Mengapa kau hadir disaat aku nyaris berhasil melupakanmu? Tidak. Ini bukan nyaris, tetapi aku benar-benar berhasil melupakanmu. Aku yakin, pesan singkatmu adalah ujian dari Allah, tentang seberapa jujur aku telah melupakanmu. Lihat bagaimana aku menghapus pesanmu begitu saja tanpa air mata. Aku benar-benar sudah melupakanmu. Ini sungguhan!
            “Mengapa wajahmu berubah seperti itu? Pesan dari siapa?”
          “Bukan dari siapa-siapa. Tidak penting.” Senyumku mengembang natural. Benar-benar natural. Bukan dibuat-buat.
Semula, aku memang enggan membenarkan hasil penelitian tersebut. Sebab bagiku, cinta adalah energi. Kau ingat hukum Termodinamika pertama? Tentang kekekalan energi? Energi tidak dapat dimusnahkan, bukan?

Tetapi, aku lupa satu hal tentang hukum kekekalan energi. Energi memang tidak dapat dimusnahkan, akantetapi dapat berubah ke bentuk lain. Dan mungkin itulah yang telah terjadi pada energi diantara aku dan kau.

0 komentar:

Posting Komentar