RSS

Secret


            Sepasang bola berkornea itu liar mengusik seluruh bagian Bandara. Sesekali ia menyalakan ponselnya dan melihat sebuah foto laki-laki yang terpampang pada layar ponsel. Jemari kiri masih memegangi ponsel, jemari kanan sudah gelisah menggaruk-garuk kepalanya, membuat sisiran rabutnya tak serapi awal ketika di cermin. Bibir atasnya ia gigit sedikit kemudian berdesis kesal. Nafas lelah terhela sudah.
            “Watashi wa okurete gomen'nasai (Maaf, saya terlambat).”
            Laki-laki itu bangkit dari duduknya. Matanya melihat gadis yang tertunduk di hadapannya itu dari sepatu sneaker bunga-bunga putih-nila hingga rambut coklat kemerahan yang dikuncir ke belakang dengan panjang sebahu.
            “Rirakkusu shite kudasai. Watashi wa zutto mae ni imasen yo. Santai saja. Aku belum lama,” Senyum gadis itu langsung terbit. Ia memberanikan diri menatap wajah laki-laki di hadapannya. Laki-laki tersebut lebih tinggi darinya sehingga ia harus mendongakkan kepalanya sedikit. Rambut hitam dipotong pendek yang rapi. Kulit kuning kecoklatan yang manis dengan hidung mancung dan alis hitam tebal di wajah perseginya.
            “Perkenalkan namaku Kyoko Chou, kau panggil saja Ky (dibaca : Key).” Gadis itu mengulurkan tangannya, laki-laki itu melihat uluran tangan wanita tersebut, ia tersenyum dan menyambut uluran tangan tersebut, “Hanif Alamsyah, panggil saja Hanif.” Gadis itu mengangguk kemudian mengajak laki-laki tersebut beranjak pergi.
            Sepanjang jalan menuju Rumah Arsi, Ky mengoceh tentang bangunan-bangunan yang mereka lewati, sementara Hanif tak lelah mengembangkan senyum dan membuka telinga untuk mendengar tiap penjelasan gadis dengan mata indah itu.
            “Lihat! Itu  Osaka Aquarium Kaiyukan! Kau tahu, itu aquarium paling spektakuler yang pernah aku datangi! Indah sekali di dalam sana. Kau serasa berada di bawah laut, hanya saja tidak basah,” tawa gadis itu di ujug katanya.
            “Oh ya? Sudah berapa banyak tempat wisata aquarium yang kau kunjungi?” Tanya Hanif penasaran. Ky tersenyum malu. Kemudian gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi dipaperkan dengan geli, “Baru itu. baru satu,” ia terkikik menahan geli. Hanif terkekeh.
            Perjalanan dari bandara ke Rumah Arsi ternyata cukup memakan waktu sekitar setengah jam. Rumah Arsi adalah sebuah rumah didik milik Nona Ashima dimana  setiap tahunnya akan selalu kedatangan dua puluh Arsitek berbakat dari berbagai tempat di Asia. Duapuluh Arsitek tersebut didapat dari berbagai tes dan seleksi ketat, yang kemudian akan dididik menjadi Arsitek hebat dunia. Hanif menjadi bagian dari duapuluh orang tersebut, sedang Ky, ia tidak berbakat dalam bidang itu. Ia berbakat dalam mengoceh, hingga ia diangkat sebagai guide peserta. Masing-masing peserta memiliki satu guide, dan Hanif mendapatkan Ky.
            “Masyaallah,” gumamnya pelan dengan mata masih berbinar menatap Rumah Arsi yang didesain begitu modern seperti Umeda Sky, hanya saja tak setinggi itu. Padahal dalam bayangannya, rumah Arsi adalah rumah seperti rumah belajar di Indonesia, tetapi, ini jutru megah, mewah, dan modern. Sepertinya itu lebih cocok disebut gedung kembar, apartemen, atau kantor high class.
            Ky mendongak bingung ke arahnya. Kalimat apa itu? “Hei! Ayo cepat ikut aku, Hanif-san! Kita sudah terlambat! Pembukaan pelajar Rumah Arsi sudah dibuka sejak sejam yang lalu!”
            Usai acara pembukaan Rumah Arsi tahun ke tujuh, seluruh peserta diantar oleh guide mereka masing-masing ke penginapan Rumah Arsi. Penginapan berada di gedung tetangga.
            “Kita satu ...?”
            “Dalam satu apartemen ini ada dua kamar, disediakan untukmu dan untukku. Jangan berpikir macam-macam. Oh ya ...” Suara ponsel Hanif menghentikan perkataannya.
            Hanif merogoh kantung celana hitamnya, dilihatnya layar ponsel mengingatkannya bahwa waktu ashar telah masuk untuk wilayah Kyoto.
            “Kenapa tidak diangkat?”
            “Itu bukan telpon, alarm jam sholat. Aku harus sholat dulu,” Hanif bergumam sesaat mencari dimana letak kamar mandi dan kemudian bergegas mengambil wudhu. Ky hanya melihat dengan heran.
            Ky diam-diam mengikuti Hanif. “Sholat? Di kamar mandi? Sholat itu apa?” Tanyanya terheran sebab ia belum pernah dipasangkan dengan pelajar arsitek muslim. Baru dua kali ia menjadi guide, tahun lalu ia dipasangkan dengan wanita dan tahun ini dengan Hanif. Hanya itu.
            “Kau mengintip?” Hanif terkejut begitu membuka pintu kamar mandi.
            “Enak saja. Tidak-tidak.”
            Hanif beranjak masuk ke kamarnya dan memainkan ponsel untuk mencari arah kiblat kemudian membuka kopernya untuk mengambil sajadah dan melaksanakan sholat. Diam-diam Ky mengintip dari celah pintu yang tak tertutup rapat.
***
            Malam ke delapan ia bersama Ky. Sudah delapan hari saja mereka menghabiskan benyak waktu bersama, sudah berjalan-jalan ke Kuil Shinto mempelajari arsitektur kuil, kemudian ke Umeda Sky, lalu ke Osaka Aquarium Kaiyukan lalu ...ahh banyak lagi.
            Hanif menengadahkan tangannya sebelum menyantap makanan di hadapannya sementara Ky menatap tingkah hanif, kemudian menyatukan kedua tangannya. Mengepal.
            “Kita selalu ketempat bangunan, apa kau tidak bosan?” Tanya Ky yang kemudian menyuapkan  sesumpit ramen ke dalam mulutnya.
            Hanif tertawa, “Namanya juga arsitek, tentu saja mempelajari bangunan.”
            Ky berdehem, “Besok kita ke Osaka Mint Bureau ya! Kau tidak mau melewatkan musim semi tanpa menikmati sakura, bukan?” Tawar Ky. Ky sangat suka tempat itu, tempatnya indah. Ratusan pohon sakura telah tertata rapi di sana, sepanjang jalan akan merasakan deretan sakura, sama halnya saat melewati terowongan akuarium yang dipenuhi nuansa laut, disana juga begitu. Indah.
            “Asyik! Ahh, aku ingin segera besok,” tawa Hanif. Laki-laki itu ...entahlah, ia tak bisa mendeskripsikan banyak. Yang ia tahu, ada sesuatu yang menggelitik hatinya, yang membuat pikirannya selalu memberi sinyal tawa pada bibirnya kala laki-laki itu melintas di pikirannya.
            Alarm sholat berbunyi usai mereka menyantap makanan, “Hanif-san,” ragu Ky memberanikan diri menyampaikan sesuatu yang belakangan mendesak mulutnya agar segera berkata, “Kau akan sholat, bukan?” Hanif mengangguk, “Usai sholat kau selalu berdo’a bukan?” Hanif mengangguk, Ky berdehem, “Dalam do’amu, bisakah kau bertanya pada Tuhan?”
            “Bertanya? Bertanya apa?”
            “Tolong tanyakan pada Tuhan mu, bolehkah aku yang bukan umatNya mencintai hambaNya?”
            Hanif terdiam. Detik terasa berhenti berdetak. Aliran darah seketika beku. Jantung tak terasa debarannya.
            Ky tahu ada yang salah pada perkataannya. Bodoh. Ia kemudian tergelak hebat, membuat gelak tawa buatan itu terkesan natural. “Aku hanya bercanda Hanif-san!” Tawanya lagi. Helaan nafas Hanif terdengar lega. Ia tersenyum. Andai Ky tahu, sudah sejak awal ia bertanya pada Tuhannya, tentang bolehkah hambanya mencintai umat yang berbeda itu? Si pemilik mata indah itu?  
***
            Langit biru cerah bergulung awan putih yang ceria. Warna merah muda sakura membuat apa yang dilihat kornea menjadi lebih indah.
            “Ternyata kau tak berbohong soal tempat ini,” senyum Hanif mengembang. Dan ia juga tahu, kalau titipan pertanyaan Ky tadi malam juga bukanlah sekedar canda. Tawa yang Ky buat-buat begitu jelas, gadis itu memang tak ahli dalam berbohong.

            Hanif menatap sakura itu lekat. Ingin rasanya mengutarakan perasaan di tempat ini. Tapi tidak. Bukankah tak ada yang lebih romantis dari rasa yang diam-diam saling berbalas dalam do’a? Meski ia tak pernah tahu apakah do’anya dan do’a Ky bertemu, tapi ia yakin janji Allah pada surah Annur ayat 24, bila tiba waktunya, do’a mereka akan terjawab. Hanif yakin itu.

*Cerpen ini telah dimuat dalam buku Kumpulan Cerpen 'Romantic Story' 

0 komentar:

Posting Komentar